Selasa, 13 Desember 2011

MAKKIYAH - MADANIYAH

X. Makkiyah – Madaniyah
Pokok-pokok bahasan ayat-ayat
Makki-Madani adalah :
1. Ayat yang diturunkan di
Mekkah.
2. Ayat yang diturunkan di
Madinah.
3. Ayat yang diperselisihkan
turun di Mekkah atau Madinah.
4. Ayat-ayat Makkiyah dalam
surah madaniyah.
5. Ayat-ayat Madaniyah dalam
surah Makkiyah.
6. Ayat yang diturunkan di
Mekkah tapi hukumya Madaniah.
7. Ayat yang diturunkan di
Madinah tapi hukumnya
Makkiyah
8. Ayat yang serupa dengan
yang diturunkan di Mekkah
dalam kelompok Madaniyah.
9. Ayat yang serupa dengan
yang diturunkan di Madinah
dalam kelompok Makkiyah.
10. Yang dibawa dari Mekkah ke
Madinah.
11. Yang dibawa dari Madinah
ke Mekkah.
12. Yang turun diwaktu malam
dan siang
13. Yang turun dimusim panas
dan musim dingin.
14. Yang turun ketika menetap
(mukim) dan dalam perjalanan
(safar).
Perbedaan Makkiyah dan
Madaniyah :
1. Berdarakan waktu, inilah
yang paling populer dikalangan
mufasirin bahwa telah menjadi
kesepakatan dikalangan mereka,
bahwa surat atau ayat yang
diturunkan sebelum hijrah
adalah Makkiyah, sedangkan
yang diturunkan sesudah hijrah
adalah Madaniyah. Dalam hal ini
tempat bukan menjadi ukuran.
Misalnya QS Al-Maidah [5] : 3
adalah Madaniyah meskipun
diturunkan di Arafah - Mekkah.
2. Berdasarkan tempat, jika
diturunkan di Mekkah (meliputi
Mina, Arafah, Hudaybiyah)
berarti Makkiyah. Jika
diturunkan di Madinah (meliputi
Badar dan Uhud) berarti
Madaniyah.
3. Berdasarkan Khitab, yaitu
seruan yang disampaikan. Jika
ditujukan kepada penduduk
Mekkah maka Makkiyah. Jika
ditujukan kepada penduduk
Madinah maka berarti
Madaniyah. Klasifikasi ini
bermasalah jika seruan tidak
ditujukan kepada keduanya.
Ayat Makkiyah dan ciri-cirinya :
1. Setiap surat yang
mengandung sajadah.
2. Setiap surat yang
mengandung lafazf “kalla”.
3. Setiap surat yang
mengandung “ya ayyuhan nas”.
4. Setiap surat yang
mengandung kisah para Nabi
kecuali surat Al-Baqarah
5. Setiap surat yang
mengandung kisah Adam dan
Iblis kecuali surat Al-Baqarah.
6. Setiap surat yang diawali
dengan huruf muqatta’ah
kecuali surat Al-Baqarah dan Ali-
Imran sedangkan surat Ra’d
masih diperselisihkan.
7. Isinya mengajak kepada
tauhid, celaan terhadap akidah
musyrik dan budaya jahiliyah,
khabar surga dan peringatan
neraka, kisah para Nabi dan
umat terdahulu yang
dibinasakan, kata-katanya
pendek, singkat tapi membekas
dan berkesan.
Ayat Madaniyah dan ciri-
cirinya :
1. Setiap surat yang berisi
kewajiban atau sanksi.
2. Setiap surat yang didalamnya
disebutkan orang-orang
munafik, kecuali surat Al-
Ankabut .
3. Setiap surat yang didalamnya
terdapat dialog dengan ahli
kitab.
4. Surah yang mengandung
seruan “Ya ayuhalladzina amanu
…”
5. Isinya menjelaskan ibadah,
muamalah, hukum dan
perundang-undangan, seruan
terhadap ahli kitab untuk masuk
Islam, menyingkap perilaku
orang munafik, ayatnya
panjang-panjang dan
memantapkan syariat.
Faedah mengetahui Makkiyah –
Madaniyah :
1. Mengetahui tempat dan
waktu diturunkannya ayat Al-
Qur’an, untuk membantu
memahami penafsiran yang
benar serta analisa nasikh-
mansukhnya.
2. Meresapi gaya bahasa Al-
Qur’an dan memanfaatkannya
dalam metode dan tahapan
dakwah.
3. Memahami sirah nabawiyah
dan periode periode
dakwahnya.

USHUUL TAFSIR

IX. Ushul Tafsir
Ushul tafsir adalah cabang dari
ilmu ulumul Qur’an yang
membahas ilmu-ilmu dan
kaidah-kaidah yang diperlukan
dan harus diketahui untuk
menafsirkan Al-Qur’an. Ushul
tafsir ini adalah bagian dari
ulumul qur’an yang paling
penting karena sangat erat
kaitannya dengan istinbath
(penyimpulan hukum) dalam
fikih dan penetapan i’tikad
(tauhid, akidah) yang benar.
Ibnu Taimiyyah dalam
Muqaddimah fi Ushulit Tafsir
menyatakan : “Jika ada orang
bertanya : ‘Apakah jalan yang
terbaik untuk menafsirkan Al-
Qur’an, maka jawabnya :
‘Menafsirkan Al-Qur’an dengan
Al-Qur’an. Apabila ebgkau tidak
mendapatkan penafsirannya
pada Al-Qur’an, maka
tafsirkanlah dengan sunnah
(hadits), karena sesungguhnya
ia memberi penjelasan terhadap
Al-Qur’an. Apabila tidak engkau
temukan tafsirnya dalam Al-
Qur’an dan tidak pula dalam
sunnah, maka merujuklah
kepada perkataan-perkataan
sahabat Nabi SAW, karena
mereka paling mengetahui
sesudah Nabi, mengingat
mereka menyaksikan (sebagian)
turunnya Al-Qur’an dan situasi
ketika ayat itu turun serta
mereka memiliki pemahaman
yang benar dari Nabi. Apabila
tidak ditemukan penafsiran
dalam Al-Qur’an dan sunnah
serta tidak ada pula penafsiran
sahabat, maka dalam hal ini para
imam merujukperkataan
tabi’in…”
A. Tafsir Al-Qur’an dengan Al-
Qur’an
Metode ini berdasarkan contoh
dari Rasulullah. Ketika para
sahabat membaca firman Allah :
“Mereka yang beriman dan tidak
mencampur adukkan
keimanannya dengan kezaliman,
mereka itulah yang mendapat
kemananan dan mereka
mendapat petunjuk” (QS [6] :
82}.
Para sahabat bertanya kepada
Rasulullah : “Wahai Rasulullah,
siapakah diantara kita orang
yang tidak menzalimi dirinya
sendiri ?” Nabi menjawab :
“Tidak seperti yang kalian
sangka, kezaliman yang
dimaksud adalah syirik.
Tidakkah enkau membaca
ucapan hamba yang saleh
(Luqman) : “Sesungguhnya
kemusyrikan adalah kezaliman
yang sangat besar”. (QS Luqman
[31] : 13).
Firman Allah dalam QS Al-Fatihah
[1] : 6 :
“Tunjukilah kami jalan yang
lurus, jalan orang-orang yang
Engkau beri nikmat”
Siapakah yang dimaksud orang-
orang yang diberi nikmat ?
maka tafsirnya ada pada ayat
Al-Qur’an yang lain, yaitu QS An-
Nisa’ [4] : 69 :
“Barangsiapa yang mentaati
Allah dan Rasul (Nya), mereka
itu akan bersama-sama dengan
orang-orang yang dianugerahi
nikmat oleh Allah, yaitu : Nabi-
Nabi, para Shiddiqin, orang-
orang yang mati syahid dan
orang-orang saleh. Mereka itulah
teman yang sebaik-baiknya”.
B. Tafsir Al-Qur’an dengan
sunnah (hadits)
Peran (hadits) Rasulullah
terhadap Al-Qur’an :
1. Menjelaskan bagian yang
masih global (mujmal).
2. Mengkhususkan (men-takhsis)
yang masih umum (‘amm).
3. Menjelaskan arti dan kaitan
kata-kata tertentu.
4. Memberikan ketentuan
tambahan dari aturan yang
telah ada dalam Al-Qur’an.
5. Menjelaskan nasakh
(menghapus) ayat.
6. Menegaskan hukum-hukum
yang telah ada.
Firman Allah dalam QS Al-
Baqarah [2] : 43 :
“…dan dirikanlah shalat…”
Perintah mendirikan sholat
tersebut masih kalimat global
(mujmal) yang masih butuh
penjelasan bagaimana tata cara
sholat yang dimaksud, maka
untuk menjelaskannya
Rasulullah naik keatas bukit
kemudian melakukan sholat
hingga sempurna, lalu
bersabda : “Sholatlah kalian,
sebagaimana kalian telah
melihat aku shalat” (HR
Bukhary).
C. Tafsir Al-Qur’an dengan
perkataan sahabat Nabi (Qaul
Sahabi).
Sahabat nabi adalah generasi
terbaik yang beriman dan
diridloi Allah, bertemu langsung
dengan Nabi dan ikut
menyaksikan peristiwa yang
melatarbelakangi turunnya
suatu ayat dan keterkaitan
turunnya dengan ayat yang lain.
Mereka mempunyai kedalaman
pengetahuan dari segi bahasa,
saat bahasa itu digunakan,
kejernihan pemahaman,
kebenaran manhaj, kuatnya
keyakinan, apalagi jika mereka
telah melakukan Ijma dalam
suatu penafsiran.
Firman Allah dalam QS An-Nur
[24] : 31 :
“Hendaklah mereka tidak
menampakkan kecantikannya,
kecuali apa yang boleh tampak
darinya”
Ibnu Abbas menafsirkan yang
boleh tampak itu adalah :
“wajahnya, kedua telapak
tangan dan cincin”
D. Tafsir Al-Qur’an dengan
perkataan tabi’in.
Tabi’in bertemu langsung
dengan para sahabat Nabi dan
mengambil ilmu dari mereka.
Di Mekkah berdiri perguruan
Ibnu Abbas, diantara para tabi’in
yang menjadi muridnya adalah :
Sa’id bin Jubair, Mujahid, Ikrimah
maula Ibnu Abbas, Tawus bin
Kaisan Al-Yamani dan ‘Ata bin
Abi Rabah.
Di Madinah Ubay bin Ka’ab lebih
menonjol dibidang tafsir dari
sahabat Nabi yang lain, diantara
muridnya dikalangan tabi’in
adalah : Zaid bin Aslam, Abu
‘Aliyah dan Muhammad bin
Ka’ab al-Qurazi.
Di Kufah (Iraq) berdiri
perguruan Ibnu Mas’ud, yang
dipandang oleh para ulama
sebagai cikal bakal mazhab ahli
ra’y (akal). Tabi’in yang menjadi
muridnya antara lain : ‘Alqamah
bin Qais, Masruq, Al-Aswad bin
Yazid, Murrah Al-Hamazani, ‘Amir
Asy-Sya’bi, Hasan al-Basri dan
Qatadah bin Di’amah as-Sadusi.
Sufyan Tsauri berkata : “Jika
datang padamu tafsir dari
Mujahid, cukuplah itu bagimu”.
Berkata Ibnu Taimiyah : “Syafi’i,
Bukhari dan ahli ilmu lainnya
banyak berpegang kepada
tafsirnya”.
Az-Sahabi berkata : “Umat
sepakat bahwa Mujahid adalah
tokoh terkemuka yang kata-
katanya dijadikan hujjah, dan
kepadanya Abdullah bin Kasir
belajar”.
Diantara tokoh-tokoh tabi’in
Mujahid merupakan yang paling
menonjol dan perkataannya
banyak diikuti mufasirin
sesudahnya. Tentunya harus
diseleksi sanad-sanad atsar
yang disandarkan kepada
mereka, bila sahih maka layak
untuk diikuti.
E. Israiliyyat.
Setelah beberapa ulama Yahudi
masuk Islam, seperti : Abdullah
bin Salam, Ka’bul Ahbar, Wahb
bin Munabbih, Abdul Malik bin
Abdul ‘Azis bin Juraij; khabar
dan kisah dari kitab-kitab Bani
Israil mulai menyebar di
kalangan kamu muslimin.
Sebagian mufasirin mengutip
Israiliyyat ini kedalam kitab
tafsir mereka.
Israiliyyat ini dibagi menjadi
tiga :
1. Yang sesuai dengan syariat
Islam, maka bisa diterima.
2. Yang bertentangan dengan
syariat Islam, maka harus
ditolak.
3. Yang didiamkan, tidak
diterima dan tidak ditolak,
sebatas dijadikan wacana.

TEMA-TEMA DALAM AL-QUR'AN

VIII. Tema-Tema Dalam Al-
Qur’an
8.1 Amsal (perumpamaan) dalam
Al-Qur’an
Menurut Ibnu Qayyim, Amtsalul
Qur’an adalah penyerupaan
sesuatu dengan sesuatu yang
lain dalam hal hukumnya dan
mendekatkan sesuatu yang
abstrak dengan yang kongkrit.
Macam-macam Amtsal
(perumpamaan) dalam Al-
Qur’an :
1. Amtsal Musarrahah,
ditunjukkan dengan lafazh
pemisalan atau sesuatu yang
menunjukkan tasbih.
Contohnya : QS Al-Baqarah [2] :
17-20 :
“Perumpamaan mereka adalah
seperti orang yang menyalakan
api, maka setelah api itu
menerangi sekelilingnya, Allah
menghilangkan cahaya (yang
menyinari) mereka dan
membiarkan mereka dalam
kegelapan, tidak dapat melihat.
Mereka ini bisu dan buta, maka
tidaklah mereka akan kembali
(ke jalan yang benar). Atau
seperti orang-orang yang
ditimpa hujan lebat dari langit
disertai gelap gulita, guruh dan
kilat. …. Sesungguhnya Allah
berkuasa atas segala sesuatu”
2. Amtsal Kaminah, yaitu tidak
ditunjukkan dengan lafazh
permisalan.
Contohnya : QS Al-Baqarah [2] :
68 :
“Sapi betina yang tidak tua dan
tidak muda, pertengahan dari
itu “
3. Amtsal Mursalah, kalimat-
kalimat bebas yang tidak
menggunakan lafazh tasbih
secara jelas, tetapi kalimat-
kalimat itu berlaku sebagai
permisalan.
Contoh : QS [11] : 81 :
“Bukankah subuh itu sudah
dekat” sebagai perumpamaan
waktu yang udah dekat.
Kitab yang khusus membahas
Amtsalul Qur’an diantaranya
Amtsal Al-Qur’an karangan Ibnu
Qayyim Jauziah.
8.2. Qasam (sumpah) dalam Al-
Qur’an
Bentuk sumpah ada dua, yaitu :
1. Qasam Zahir, yaitu disebutkan
kata sumpah, contohnya QS
[75] : 1-2 :
“Aku bersumpah dengan hari
kiamat. Dan Aku bersumpah
dengan jiwa yang amat
menyesali (dirinya sendiri)”
2. Qasam Mudhmar, yaitu tidak
disebutkan kata sumpah
didalamnya, contohnya QS [3] :
186 :
“Kamu sungguh-sungguh akan
diuji terhadap harta dan dirimu”
8.3. Jadal (perdebatan) dalam Al-
Qur’an
Bentuk dan tujuan perdebatan
dalam Al-Qur’an :
1. Membungkam lawan, contoh
pada QS at-Tur [52] : 35-43 :
“Apakah mereka diciptakan
tanpa sesuatu pun ataukah
mereka yang menciptakan (diri
mereka sendiri ) ?. Ataukah
mereka telah menciptakan langit
dan bumi itu ? Ataukah disisi
mereka ada perbendaharaan
Tuhanmu ataukah mereka yang
berkuasa ? Ataukah mereka
mempunyai tangga (ke langit)
untuk mendengarkan pada
tangga itu (hal-hal yang ghaib) ?
Maka hendaklah orang yang
mendengarkan di antara mereka
mendatangkan suatu
keterangan yang nyata.
Ataukah untuk Allah anak-anak
perempuan dan untuk kamu
anak-anak laki-laki ? Ataukah
kamu meninta upah kepada
mereka sehingga mereka
dibebani dengan utang ?
Apakah ada pada sisi mereka
pengetahuan tentangnya yang
lalu mereka menuliskannya ?
Ataukah mereka hendak
melakukan tipu daya ? Maka
orang-orang kafir itu merekalah
yang kena tipu daya. Ataukah
mereka mempunyai tuhan selain
Allah ? Mahasuci Allah dari apa
yang mereka sebutkan”.
2. Mengambil dalil penciptaan
awal untuk argumen hari
kebangkitan, contohnya pada
QS at-Tarik [86] : 5-8 :
“Maka hendaklah manusia
memperhatikan dari apakah ia
diciptakan ? Ia diciptakan dari
air yang terpancar. Yang keluar
dari antara tulang sulbi laki-laki
dan tulang dada perempuan.
Sesungguhnya Allah benar-
benar berkuasa
mengembalikannya
(menghidupkan sesudah mati)”
3. Membatalkan pendapat lawan
dengan bukti kebenaran
kebalikannya. Contohnya pada
QS al-An’am [6] : 91 :
“Katakanlah siapa yang
menurunkan kitab (Taurat) yang
dibawa oleh Musa sebagai
cahaya dan petunjuk bagi
manusia, kamu jadikan kitab itu
lembaran-lembaran kertas yang
bercerai-berai, kamu
perlihatkans ebagiannya dan
kamu sembunyikan sebagian
besarnya; padahal telah
diajarkan kepada kamu apa
yang kamu dan bapk-bapak
kamu tidak mengetahuinya ?
Katakan lah : Allah-lah (yang
menurunkannya), kemudian
(sesudah kamu menyampaikan
Al-Qur’an kepada mereka),
biarkanlah mereka bermain-
main dalam kesesatannya”
4. Menerangkan bahwa sesuatu
itu bukanlah alasan hukum,
contoh pada QS Al-An’am [6] :
143-144 :
“Delapan binatang yang
berpasangan,sepasang dari
domba dan sepasang dari
kambing. Katakanlah : ‘Apakah
dua yang jantan yang
diharamkan Allah ataukah dua
betina, ataukah yang ada dalam
kandungan dua betinanya ?
Terangkanlah kepadaku dengan
berdasar pengetahuan jika
kamu memang orang-orang
yang benar. Dan sepasang dari
unta dan sepasang dari lembu.
Katakanlah : ‘Apakah dua yang
jantan yang diharamkan
ataukah dua betina, ataukah
yang ada dalam kandungan dua
betinanya ?’ Apakah kamu
menyaksikan di waktu Allah
menetapkan ini bagimu ? Maka
siapakah yang lebih zalim
daripada orang-orang yang
membuat-buat dusta terhadap
Allah untuk menyesatkan
manusia tanpa pengetahuan ?
Sesungguhnya Allah tidak
memberi petunjuk kepada
orang-orang yang zalim”
5. Mematahkan hujjah lawan,
contohnya pada QS Al-An’am
[6] : 100-101 :
“Dan mereka (orang-orang
musyrik) menjadikan jin itu
sekutu bagi Allah, padahal Allah-
lah yang menciptakan jin-jin itu
dan mereka berbohong (dengan
mengatakan) : bahwasanya
Allah mempunyai anak lai-laki
dan perempuan, tanpa berdasar
ilmu pengetahuan. Mahasuci
Allah dan Mahatinggi dari sifat-
sifat yang mereka berikan. Dia
pencipta langit dan bumi.
Bagaimana Dia mempunyai anak
padahal Dia tidak mempunyai
isteri ? Dia menjadikan segala
sesuatu dan Dia mengetahui
segala sesuatu”.
8.4. Qishosh (Kisah) dalam Al-
Qur’an
Macam-macam kisah dalam Al-
Qur’an :
1. Kisah Nabi-Nabi terdahulu,
seperti Nabi Nuh, Hud, Ibrahim,
Musa, Yusuf, dsb.
2. Kisah person tertentu, seperti
Lukman, Dzulqarnain, Ashabul
Kahfi, Maryam, dll.
3. Kisah peristiwa-peristiwa,
seperti perang badar, perang
uhud, perang ahzab, dsb.