Jumat, 23 Desember 2011

KAIDAH ISIM (kata benda) - FI'IL (kata keqja)

XVII. Kaidah Isim (kata
benda) - Fi’il (kata kerja)
Menurut As Suyuthi, isim
menunjukkan tetapnya keadaan
dan kelangsungannya.
Sedangkan fi’il menunjukkan
timbulnya sesuatu yang baru
dan terjadinya suatu perbuatan.
Masing-masing kata tersebut
mempunyai tempat tersendiri
yang tidak bisa dipertukarkan
satu dengan yang lain untuk
tetap menghadirkan makna
yang sama. Hakikat makna yang
dikandung ayat berbeda,
dengan perkataan kata yang
digunakan.
A. Beberapa contoh ayat yang
menggunakan isim :
1. QS Al-Kahfi [18] : 18 :
“Engkau mengira mereka
bangun, padahal mereka tidur
dan kami bolak-balikkan mereka
ke kanan dan ke kiri; anjing
mereka merentangkan kedua
kaki depannya diambang pintu.
Kalau engkau melihat mereka,
tentu engkau akan berbalik lari
dari mereka dan penuh rasa
takut”.
Ayat tersebut menggambarkan
tentang keadaan anjing ashabul
kahfi ketika tidur didalam gua.
Anjing itu dalam keadaan kaki
terentang selama mereka tidur.
Keadaan demikian diungkapkan
dengan menggunakan isim
(kata benda), tidak dengan fi’il
(kata kerja). Penggunaan isim
tersebut lebih menggambarkan
tetapnya keadaan anjing
sepanjang waktu itu.
2. QS Al Hujurat [49] : 15 :
“Orang-orang yang mukmin
ialah yang beriman kepada Allah
dan RasulNya dan tak pernah
ragu berjuaang di jalan Allah
dengan harta dan nyawa.
Mereka itulah orang-orang yang
tulus hati”.
Iman adalah hakikat yang harus
tetap berlangsung atau ada,
selama keadaan menghendaki,
seperti halnya ketaqwaan,
kesabaran dan sikap syukur.
Penggunaan isim mu’minun
menggambarkan keadaan
pelakunya yang terus
berlangsung dan
berkesinambungan. Ia tidak
terjadi secara temporer. Mukmin
adalah sebutan untuk orang
yang keberadadannya
senantiasa diliputi iman.
B. Beberapa contoh ayat yang
menggunakan fi’il :
1. QS Al-Baqarah [2] : 274 :
“Mereka yang menyumbangkan
harta, siang dan malam, dengan
sembunyi atau terang-terangan,
pahala mereka pada Tuhan.
Mereka tak perlu khawatir dan
tak perlu sedih”.
Kata yunfiqun (meng-infaq-kan)
pada ayat diatas menunjukkan
keberadaannya sebagai
tindakan yang bisa ada dan bisa
juga tidak, sebagai sesuatu yang
temporal. Manakala seseorang
melakukan pekerjaan ituia
berolah pahala dan jika
meninggalkan ia tidak
memperolah pahala.
2. QS Asy-Syu’ara’ [26] : 78-82 :
“Yang menciptakan aku, dan
Dialah Yang membimbingku;
Yang memberi aku makan dan
minum. Dan bila aku sakit, Dialah
Yang menyembuhkan aku; Yang
akan membuatku mati, dan
kemudian menghidupkan aku
(kembali). Dan kuharapkan
mengampuni dosa-dosaku pada
hari perhitungan”.
Isim khalaqa dalam ayat
tersebut menunjukkan telah
terjadi dan selesainya
penciptaan pada waktu yang
lampau, sedang fi’il yahdi dan
lain-lainnya dalam rangkaian
ayat tersebut menunjukkan
terus berlangsungnya
perbuatan itu waktu demi
waktu berangsur-angsur hingga
sekarang.